Wayang

Wayang adalah seni dekoratif yang merupakan ekspresi kebudayaan nasional. Disamping merupakan ekspresi kebudayaan nasional juga merupakan media pendidikan, media informasi dan hiburan. Wayang merupakan media pendidikan, karena ditinjau dari segi isinya banyak memberikan ajaran – ajaran kepada manusia. Baik manusia sebagai individu atau sebagai anggota masyarakat. Jadi wayang dalam media pendidikan, terutama pendidikan budi pekerti, besar sekali manfaatnya. Wayang menjadi media informasi, karena dari segi penampilannya, sangat komunikatif dan dapat dipakai untuk memahami suatu tradisi, serta dapat dipakai sebagi alat untuk mengadakan pendekatan kepada masyarakat, dan memberikan informasi mengenai masalah – masalah kehidupan serta segala seluk – beluknya. Wayang juga dianggap sebagai media hiburan, karena wayang dipakai sebagai pertunjukan di dalam berbagai macam  keperluan  hiburan. Selain dihibur para peminat dibudayakan dan diperkaya secara spiritual.
SEJARAH WAYANG DI CIREBON
Menurut riwayat, tokoh yang mula -  mula membawa wayang ke Cirebon adalah Sunan Kalijaga dan Sunan Kudus pada pertengahan abad XVI. Kemudian kesenian wayang tersebut menyebar ketempat – tempat kediaman para Bupati di Jawa Barat. Dengan demikian anggota masyarakat yang mula–mula berkenalan denagan seni pewayangan adalah mereka yang termasuk lapisan atas. Pada saat itu kesenian pewayangan masih menggunakan pengantar bahasa Jawa Mataram, karena Cirebon dan sekitarnya berada dibawah pengaruh kekuasaan Mataram.
Oleh karna seni pewayangan ditujukan sebagai media da’wa maka masyarakat tingkat bawah pun diperkenalkan dengan seni pewayangan.
Kemudian pada masa berlangsungnya Cultuurstelsel (1830 – 1870 ) yang sangat menekan kehidupan rakyat, banyak penduduk Jawa Tengah yang menyingkir ke Cirebon dan Jawa Barat sambil meneruskan tradisi seni pewayangan, kemudian pada saat itu seni pewayangan menjadi lebih populer di Cirebon khususnya dan di Jawa Barat umumnya hingga tahun 1970 –an, terutama sebagai media hiburan.
Sekarang animo masyarakat terhadap kesenian tradisional, terutama wayang sangat kurang.
JENIS – JENIS WAYANG DI CIREBON
Di Cirebon masyakat umumnya mengenal wayang sebagai media hiburan dan media komunikasi dalam lima jenis, yakni:
  • Wayang Kulit
  • Wayang Golek
  • Wayang Bendo (Wayang Cepak)
  • Wayang Lilingong dan
  • Wayang wong
Kelima jenis wayang tersebut diuraikan dalam buku “Sejarah Seni Budaya Jawa Barat” oleh Tim Penulisan Naskah Kebudayaan Jawa Barat dan “Wayang Kulit Purwa” oleh Sukatno B.A.sebagai berikut:
A. Wayang Kulit
Di daerah Cirebon, Wayang kulit disebut juga Wayang Purwa, karena dianggap sebagai jenis yang paling awal (purwa = awal, permulaan). Wayang jenis ini terbuat dari kulit, terutama kulit sapi dengan diberi kerangka dari bambu atau tanduk dilengkapi dengan gagang pegang (handle) yang disebut cempurit  untuk menancapkan wayang tersebut pada kedebog pisang dan untuk  menggerakkan tangan-tangannya. Bentuk dan wajah wayang .diwarnai dengan gaya-gaya yang khas, sesuai dengan sifat-sifat yang dimiliki oleh masing-masing tokohnya.
B. Wayang Golek
Menurut riwayat, tokoh yang mula – muila membuat wayang golek ialah Sunan Kudus pada tahun 1583. kemudian kesenian wayang golek itu masuk ke Cirebon dan dari sana menyebar ke tempat – tempat kediaman para bupati di Jawa Barat. Dengan demikian anggota masyarakat yang mula-mula berkenalan  dengan kesenian tersebut ialah mereka yang termasuk lapisan atas. Namun demikian karena bahasa yang digunakan untuk mementaskan ialah bahasa Jawa, dan bahasa tersebut belum banyak yang memahaminya, maka kesenian wayang golek itu untuk beberapa waktu tidak mengalami perkembangan.
Keadaan demikian berubah ketika sebagian besar daerah Jawa Barat, ada dibawah pengaruh kekuasaan Mataram. Waktu itu sebagian besar bupati-bupati di Jawa Barat mengaku mengaku sunan Mataram sebagian Yang Dipertuan. Untuk keperluan hubungan dibidang pemerintahan, mereka berusaha memahami bahasa Jawa. Dengan demikian bahasa Jawa memulai menyebar dikalangan anggota masyarakat Jawa Barat lapisan atas. Bersamaan dengan itu unsur – unsur kebudayaan Mataram lainnya turut termasuk, diantaranya kesenian wayang kulit yang banyak peminatnya terutama dikalangan para menak yang telah memahami bahasa Jawa. Di tangan mereka itu kesenian wayang kulit mendapat pengolahan lebih jauh. Menurut keterangan Dr. Th. Pigeaud, salah seorang bupati Sumedang ada yang mendapat ide untuk membuat boneka – boneka yang menggambarkan tokoh – tokoh wayang dalam lakon – lakon Ramayana dan Mabharata.
Kemudian pada masa berlangsungnya Cultuurstelsel (1830 – 1870 ) yang sangat menekan kehidupan rakyat, maka banyak di antara penduduk Jawa Tengah yang menyingkir ke Jawa Barat. Diri dari tekanan – tekanan hidup sebagai akibat pelaksanaan  Cultuurstelsel. Di tempat – tempat kediaman masing – masing yang baru di daerah Jawa Barat, mereka meneruskan tradisi kesenian yang telah dimiliki mereka diantaranya ialah pertunjukan wayang kulit. Dengan peristiwa ini maka kesenian wayang kulit pun semakin menyebar dalam masyarakat Jawa Barat.
Setelah itu dalam kesenian tersebut terjadi perkembangan baru. Wayang yang semua di buat dari kulit, bahannya diganti dengan papan tipis. Dan kemudian wayang yang terbuat dari papan tipis itu pada masa sekitar pergantian abad XIX ke abad XX berangsur – angsur mendapat bentuk sepertio boneka wayang golek yang dikenal sekarang ini. Wayang golek itu tumbuh menjadi seni tontonan yang disenagni oleh hampir segala lapisan  masyarakat. Sejalan dengan itu maka bahasa yang digunakan oleh dalang, dalam mementaskan pertrunjukan tersebut tidak lagi bahasa Jawa tetapi bahasa Sunda. Namun demikian kata – kata yang berasal dari bahasa Jawa beberapa hal masih digunakan. Umumnya lakon yang dimainkan dalam wayang golek itu berpangkal pada cerita – cerita dalam Mahabrata.
Sebabnya kesenian wayang, khususnya wayang golek dapat berkembang menjadi kesenian yang di senangi oleh hampir segala lapisan masyarakat, di antaranya karena seni pertunjukan tersebut bebas dari unsur-unsur yang dapat menyinggung kehalusan budi manusia. Juga dalam terkandung nilai – nilai luhur yang besar manfaatnya bagi kehidupan bersama manusia dalam masyarakat.pertunjukan wayang banyak mengandung suri teladan yang patut ditiru, tetapiu di samping itu tidak sedikit contoh mengenai tindakan – tindakan buruk yang seharusnya dijauhi. Manusia serakah dan dengki terhadap sesamanya tidak akan terhindar dari hukuman, sedangkan manusia manusia yang jujur dan bersih akan terbukti kesuciannya dan mendapat pahala. Juga contoh tentang bagai mana seharusnya berlaku terhadap orang orang ang lebih muda usianya atau lebih rendah kedudukan sosialnya, terhadap sesama, terhadap orang yang lebih tua atau yang lebih tinggi kedudukan sosialnya. Dapat membangkitkan rasa kasih sayang terhadap orang tua, sanak saudara serta rasa cinta dan kerelaan berkorban untuk kepentinagn tanah air. Juga dapat membangkitkan rasa keberanian untuk membela keadilan dan mempertahankan kebenaran. Selain itu dapat membangkitkan rasa kreativitas dalam berbagai macam cabang kesenian seperti seni tubuh, seni suara, seni tari , seni pahat, seni rupa, seni hias.
C.Wayang Bendo
Seni wayang golek, di daerah Jawa Barat juga di kenal wayang bendo atau wayang cepak, kesenian tersebut berasal dari daerah Cirebon. Wayang bendo mulai di kenaal di daerah Priangan pada akhir abad XIX, yang membawa ke Bandung pada tahun 1882 ialah dalang Usup dari Losari Lor, daerah Cirebon. Ia datang ke Bandung atas undangan bupati yang memerintah di sana, ialah R.A. Kusumadialaga ( Dalem Marhum )  di pendopo kabupaten. Kemudian ia di anugrahi gelar Ngabei oleh bupati tersebut, sehingga di kalangan masyarakat, ia di kenal dengan julukan Mama Bei.
Gamelan yang mengiringi wayang bendo yang di mainkan dengan dalang Usup atau  Mama Bei ialah gamelan pelog. Kemahiran Mama Bei dalam mendalang tidak terbatas dalam wayang bendo saja, ia juga akhli memainkan wayang kulit, setelah Mama Bei meninggal dunia yang meneruskan keahliannya sebagai dalang, ialah putranya yang bernama Rasta. Pada masa sebelum Perang Dunia II, pertunjukan wayang bendo di bawah dalang Rasta, terutama berkembang di daerah kabupaten Bandung sebelah barat yaitu di daerah – daerah Cimahi, Batujajar, Cililin, soreang dan juga di daerah – daerah sekitar kota Bandung seperti Bojonegara dan Tegalega.
Dinamakan wayang bendo atau wayang cepak karena tutup kepala wayang tersebut berbeda dengan lazimnya tutup kepala pada wayang golek. Jika wayang golek umumnya menggunakan “tutup kepala yang melengkung” maka tokoh – tokoh wayang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar